Musim gugur dan dingin sering membuat produksi vitamin D di kulit menurun drastis—hingga 80% di negara beriklim sedang. Untungnya, makanan alami bisa menjadi sumber cadangan yang andal. Ikan berlemak menduduki peringkat teratas: 100 gram salmon liar mengandung 600–1000 IU vitamin D3 (cholecalciferol), bentuk paling bioavailable. Makarel Atlantik (360 IU per 100 gram) dan sarden kaleng dalam minyak (250 IU per 100 gram) juga praktis. Sebuah uji klinis di British Journal of Nutrition (2022) menunjukkan bahwa mengonsumsi 150 gram salmon panggang dua kali seminggu selama 8 minggu meningkatkan kadar serum 25(OH)D dari 18 ng/mL menjadi 32 ng/mL pada orang dewasa dengan defisiensi ringan.
Telur ayam kampung memberikan kontribusi stabil: satu kuning telur besar mengandung 40–50 IU, terutama jika ayam diberi pakan diperkaya vitamin D atau boleh berjemur. Jamur menjadi pilihan vegan—shiitake atau maitake yang diekspos sinar UV selama 15 menit bisa menghasilkan 400 IU per 100 gram. Hati sapi (50 IU per 100 gram) dan keju cheddar tua (12 IU per 30 gram) melengkapi daftar.
Menu harian anti-defisit vitamin D (target 800–1000 IU):
- Sarapan: 2 butir telur orak-arik + 50 gram jamur shiitake tumis (150 IU)
- Makan siang: 120 gram salmon panggang + salad bayam (700 IU)
- Camilan: Yogurt fortifikasi 200 ml + irisan keju (100 IU)
- Makan malam: Sarden kaleng 100 gram dalam saus tomat + nasi merah (250 IU)
Pilih ikan segar atau kaleng dalam minyak zaitun (bukan air garam yang hilangkan vitamin larut lemak). Masak dengan suhu rendah—goreng cepat atau panggang agar vitamin D tidak rusak. Jika vegetarian, tambah 200 gram jamur UV-treated tiga kali seminggu. Dalam 4–6 minggu, energi meningkat, tulang lebih kuat, dan risiko infeksi musiman menurun.
